LHOKSEUMAWE - Aliansi mahasiswa tergabung dalam Badan Eksekusi Mahasiswa (BEM) Universitas Malikussaleh (Unimal) ‘mengepung’ Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Jumat, 23 Agustus 2024, sore. Mereka menggelar aksi demonstrasi menolak pengesahan revisi UU Pilkada.
Mahasiswa Unimal bergerak dari Lapangan Hiraq Lhokseumawe berjalan kaki ke kantor DPRK pada pukul 16.30 WIB. Tiba di sana mereka berkumpul di depan pintu pagar kantor dewan. Pendemo langsung berupaya menerobos masuk ke dalam halaman gedung DPRK menggunakan satu mobil pikap. Upaya itu dihadang personel Polres Lhokseumawe dari luar pintu pagar. Di halaman gedung dewan itu parkir satu mobil water cannon milik kepolisian.
Unjuk rasa itu berujung ricuh setelah saling dorong terjadi antara massa dan aparat kepolisian. Sejumlah mahasiswa di atas mobil pikap terus mencoba mendobrak pintu pagar DPRK, namun tidak berhasil masuk karena polisi melakukan pengamanan ketat. Kericuhan itu terkendalikan setelah polisi menyemprotkan air dengan mobil water cannon ke arah massa, hingga akhirnya para mahasiswa bubar pada pukul 18.00 WIB.
Kaca depan mobil pikap yang ditumpangi mahasiswa pecah saat kericuhan itu terjadi.
Ketua BEM Unimal, Muhammad Ardhi Maulana, kepada wartawan usai aksi itu, mengatakan beberapa mahasiswa menjadi korban akibat kericuhan dalam unjuk rasa itu. “Ada sebagian di kepalanya luka-luka dan banyak massa terkena water canon. Tapi belum kami data berapa orang mahasiswa yang mengalami luka akibat terjadi bentrok dengan pihak kepolisian, ” ujarnya.
Ardhi menyatakan massa yang dikerahkan dalam aksi demo ini tidak hanya dari BEM, tapi seluruh mahasiswa Unimal.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies Diusung Empat Partai?
|
Menurut dia, aksi itu secara serentak seluruh Indonesia untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Karena jika dilihat ini ada upaya dari DPR RI untuk menganulir putusan MK, ada kepentingan dari beberapa pihak terkait hal tersebut, ” ungkap Ardhi.
Ardhi menyebut pihaknya menyampaikan sejumlah tuntutan dalam aksi ini. “Pertama, tetap mengawal putusan MK”.
Selain itu, kata dia, ada isu daerah khususnya Kota Lhokseumawe yang mahasiswa masukkan ke dalam petisi. “Salah satunya kami meminta DPRK Lhokseumawe untuk mengevaluasi kinerja Penjabat Wali Kota Lhokseumawe. Kalau kita lihat, pengangguran di daerah ini sangat tinggi, juga banyak infrastruktur jalan yang rusak serta bangunan mangkrak”.
“Itu bagian kecil yang harus dievaluasi terkait kinerja Pj. Wali Kota tersebut, ” kata Ardhi usai aksi menjelang Magrib.
Namun, kata Ardhi, petisi itu tidak sempat disampaikan dalam orasi para mahasiswa, karena saat massa hendak masuk ke halaman gedung DPRK itu dihalangi aparat kepolisian. Keinginan massa aksi untuk berdiri di halaman kantor dewan tersebut guna menyampaikan aspirasi secara kondusif.
“Akan tetapi anggota dewan sangat lama menjumpai para mahasiswa. Sehingga aspirasi ini belum sempat tersampaikan karena terhalangi dari pihak kepolisian yang melakukan pengamanan secara ketat, ” ujar Ardhi.